ARTICLE AD BOX
Ketua Panitia, I Gede Eka Surya Amertha (31), menjelaskan bahwa festival ini bertujuan menggali potensi seni baleganjur, menjalin persaudaraan umat sedharma, serta melestarikan tradisi dan budaya leluhur. "Kami ingin memberikan ruang bagi kreator dan pelaku seni untuk menciptakan inovasi melalui tabuh baleganjur kreasi, sekaligus mempromosikan pariwisata Lombok melalui seni budaya ini," ujarnya.
Acara yang diselenggarakan di Kecamatan Cakranegara ini diresmikan oleh Penjabat Sementara (Pjs) Wali Kota Mataram Tri Budiprayitno dan turut dihadiri oleh Rektor IAHN Gde Pudja Mataram, Prof I Wayan Wirata, Kepala Dinas Pariwisata Mataram, Camat Cakranegara, Lurah Mayura,, Pembina Aliansi Anak Agung Made Djelantik, serta tokoh masyarakat lainnya. Kehadiran mereka menunjukkan dukungan penuh terhadap pelestarian budaya Hindu di Lombok.
Meski awalnya diikuti oleh 12 peserta, delapan sekaa baleganjur akhirnya tampil di lomba karena empat peserta mengundurkan diri. Setiap sekaa terdiri dari 18 penabuh, dengan usia maksimal 30 tahun.
Lomba ini disambut antusias oleh masyarakat dan peserta. "Melihat semangat para peserta dan dukungan masyarakat sangat menggembirakan. Harapan kami, ke depan acara ini dapat diikuti lebih banyak sekaa dengan kreativitas yang semakin beragam," tambah Eka.
Menurutnya, ajang ini menjadi evaluasi untuk terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan, sehingga mampu menarik lebih banyak peserta dan mempertahankan antusiasme masyarakat.
Baleganjur, yang berasal dari kata "bala" (pasukan) dan "ganjur" (berjalan), merupakan ensambel gamelan Bali yang awalnya digunakan sebagai pengiring upacara adat seperti ngaben. Kini, fungsinya meluas sebagai pengiring pawai hingga lomba. Dalam versi kreasi seperti yang ditampilkan di festival ini, para penabuh menambahkan elemen inovatif yang memperkaya seni karawitan tradisional.
Melalui festival ini, Aliansi Pemuda Hindu Lombok berharap dapat melestarikan seni budaya, memperkuat doktrin kehidupan ala Hindu, dan memperkenalkan baleganjur sebagai daya tarik wisata Lombok. "Dengan gotong royong, kami yakin festival ini tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga mempererat persaudaraan umat sedharma," tutup Eka.
Lomba ini menjadi langkah awal yang menjanjikan dalam melestarikan seni baleganjur di Lombok sekaligus memperkuat identitas budaya di tengah modernisasi. *m03