RSD Mangusada Gelar Edukasi Kelainan Bawaan Pada Anak di Bulan Bedah Anak Nasional

1 month ago 6
ARTICLE AD BOX
Acara ini tidak hanya bertujuan untuk memberikan edukasi, tetapi juga mencatat rekor MURI sebagai kegiatan edukasi serentak di seluruh Indonesia. 

Dalam kegiatan yang dilangsungkan di rumah sakit berlokasi di Jalan Raya Kapal, Mengwi, Badung, hadir sebagai narasumber dokter spesialis bedah anak dr. N Wisnu Sutarja, SpBA, dokter spesialis anak dr. AA Ayu Windi Antari, SpA, MSc, yang dimoderatori oleh dokter spesialis bedah anak dr. Luh Putu Neolita Pradnya W., SpBA.

Dalam sambutannya, Direktur RSD Mangusada dr. I Wayan Darta menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari ‘Bulan Bedah Anak’ yang diperingati sepanjang Oktober. "Kegiatan ini bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kelainan bawaan pada anak, terutama bagi keluarga pasien dan tenaga medis. Kami ingin menanamkan pemahaman bahwa kelainan bawaan dapat diatasi dengan pengetahuan dan teknologi pembedahan modern, seperti bedah minimal invasif, yang membuat prosedur lebih aman dan tidak lagi menakutkan," ujarnya.

dr. Wayan Darta menjelaskan bahwa RSD Mangusada telah memiliki dokter spesialis bedah anak, dan berbagai kasus kelainan bawaan telah ditangani dengan hasil yang baik. "Salah satunya adalah Dokter Wisnu, sebagai ahli bedah anak di sini, yang telah berhasil menangani lebih dari ratusan kasus tanpa ada komplikasi serius. Ini membuktikan bahwa dengan penanganan yang tepat dan fasilitas yang memadai, kelainan bawaan anak bisa diatasi dengan baik di Bali, khususnya di RSD Mangusada," lanjutnya.

Foto: Ketua Perhimpunan Bedah Anak Indonesia (PERBANI) dr. I Made Darmajaya (kiri) dan Direktur RSD Mangusada dr. I Wayan Darta (kanan). -ADI PUTA

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bedah Anak Indonesia (PERBANI) dr. I Made Darmajaya, SpBA, Subsp.D.A.(K) yang turut hadir menjelaskan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap kelainan bawaan pada anak. Menurutnya, banyak kasus kelainan bawaan yang tidak bisa dicegah, namun dapat dideteksi sejak dini dan ditangani dengan baik. "Edukasi ini sangat penting untuk memastikan bahwa orang tua yang melahirkan bayi dengan indikasi kelainan bawaan bisa mendapatkan penanganan yang tepat dan cepat," tegas dr. Darmajaya.

Ia juga menambahkan bahwa deteksi dini terhadap kelainan bawaan saat kehamilan sangat membantu dalam merencanakan penanganan yang lebih baik saat bayi lahir. Banyak kelainan bawaan yang kini dapat diketahui sejak dalam kandungan melalui pemeriksaan USG dan teknik skrining lainnya.

Sejak berdirinya Perhimpunan Bedah Anak Indonesia tahun 1974, jumlah dokter spesialis bedah anak di Indonesia terus berkembang, meskipun masih belum mencukupi kebutuhan. Saat ini, terdapat sekitar 178 dokter bedah anak di seluruh Indonesia, dengan rasio satu dokter melayani 800.000 penduduk. "Idealnya, satu dokter bedah anak melayani 50.000 penduduk. Jadi, kita masih kekurangan banyak tenaga medis di bidang ini," sambung dr. Darmajaya.

Oleh karena itu, PERBANI berkomitmen untuk terus mendidik dan melahirkan lebih banyak dokter spesialis bedah anak dalam 10 tahun ke depan. Targetnya, jumlah dokter bedah anak di Indonesia dapat mencapai 600 hingga 700 orang, sehingga semua wilayah di Indonesia bisa terlayani dengan baik. "Kelainan bawaan pada anak adalah masalah yang tidak bisa dianggap remeh, dan kami akan terus berupaya memastikan setiap anak di Indonesia mendapatkan akses ke layanan kesehatan yang memadai, dan ini juga dalam rangka mendukung Indonesia Emas tahun 2045," tandasnya.

Foto: dr. A.A Ayu Windi Antari Sp.A, MSc, Spesialis Anak. -ADI PUTRA

Selain itu, dalam upaya meningkatkan kesadaran mengenai pencegahan dan deteksi kelainan bawaan pada bayi, narasumber dr. Ayu Windi menjelaskan bahwa kelainan bawaan atau kongenital adalah kondisi yang sudah terjadi saat bayi masih dalam kandungan atau yang muncul setelah kelahiran.

Penyebab utama bayi lahir dengan kelainan bawaan terbagi menjadi faktor genetik, termasuk kelainan kromosom, serta faktor lingkungan seperti teratogen, obat-obatan, zat kimia, paparan radiasi, dan infeksi yang dialami ibu selama masa kehamilan. Kelainan bawaan ini pun terbagi menjadi dua jenis: kelainan struktural, yang meliputi perubahan fisik seperti bibir sumbing, jantung bocor, dan hipospadia, serta kelainan fungsional, yang berkaitan dengan fungsi tubuh, seperti defisiensi enzim pencernaan.

Dalam hal deteksi, dr. Ayu Windi menjelaskan bahwa kelainan bawaan struktural dapat diidentifikasi dalam kandungan melalui pemeriksaan USG pada usia 10-14 minggu, serta melalui skrining Non-Invasive Prenatal Testing (NIPT) atau Pre-implantation Genetic Testing for Aneuploidies (PGT-A). Sementara itu, kelainan bawaan fungsional dapat dideteksi setelah bayi lahir melalui newborn screening.

dr. Ayu Windi juga menekankan pentingnya pemeriksaan neurologis, yang mencakup penilaian tonus otot, pergerakan ekstremitas, dan refleks bayi, seperti refleks Moro dan rooting. Semua ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang keadaan neurologik neonatus.

Dalam hal penanganan, kelainan bawaan seperti bibir sumbing dan hernia biasanya memerlukan tindakan pembedahan, sedangkan kelainan metabolisme memerlukan pengaturan nutrisi khusus. dr. Windi juga memberikan beberapa saran untuk pencegahan kelainan bawaan, antara lain dengan mengonsumsi makanan bergizi, menghindari zat toksik, melakukan imunisasi bagi calon ibu, serta melakukan pemeriksaan kesehatan pada orang tua. “Rutin berkonsultasi dengan dokter obgyn selama kehamilan dan melakukan newborn screening saat bayi lahir juga menjadi langkah penting yang disarankan,” jelasnya.

Foto: dr. N Wisnu Sutarja Sp.BA, Spesialis Bedah Anak. -ADI PUTRA

Sementara itu, dr. Wisnu menekankan pentingnya pemeriksaan awal yang menyeluruh pada bayi baru lahir untuk mendeteksi kelainan bawaan. Pemeriksaan harus mencakup semua lubang tubuh, seperti lubang hidung, mulut, telinga, serta lubang kencing dan anus, untuk memastikan semuanya ada dan berada pada tempat yang seharusnya. Selain itu, penting untuk memeriksa dada dan perut bayi guna mendeteksi adanya kelainan jantung atau paru-paru, seperti kesulitan bernapas dan perubahan warna pada kulit.

Ia juga menekankan perlunya perhatian pada kelainan yang mungkin terjadi di otak dan saraf tepi. Pemeriksaan harus mencakup penilaian lingkar kepala, bentuk kepala, serta aktivitas bayi, seperti menangis dan pergerakan anggota tubuh. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi kelainan neurologis yang mungkin ada.

Salah satu fokus utama adalah kelainan pada saluran pencernaan. dr. Wisnu menjelaskan bahwa kelainan bawaan pada saluran pencernaan dapat berupa atresia, di mana sebagian segmen usus tidak terbentuk, dan atresia ani, yaitu kondisi di mana bayi tidak memiliki anus atau anus tidak terletak pada posisi yang benar. Gejala yang perlu diwaspadai termasuk air liur berlebih, muntah hijau, dan perut yang kembung.

Di samping itu, kelainan pada saluran kencing juga menjadi perhatian penting. dr. Wisnu mengingatkan orang tua untuk memperhatikan tanda-tanda seperti testis yang tidak turun, hipospadia, dan ekstrofi kandung kencing. “Segera mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat untuk penanganan awal dan rujukan ke ahli bedah anak sangat disarankan untuk mengatasi kondisi ini, yang umumnya memerlukan tindakan pembedahan. Sebab kelainan bawaan pada anak obatnya hanya operasi,” pungkasnya. *cr79
Read Entire Article