Warning: session_start(): open(/home/headlineindo/public_html/src/var/sessions/sess_5d87efc87d1aaf5be7534cd7107982d0, O_RDWR) failed: No space left on device (28) in /home/headlineindo/public_html/src/bootstrap.php on line 59

Warning: session_start(): Failed to read session data: files (path: /home/headlineindo/public_html/src/var/sessions) in /home/headlineindo/public_html/src/bootstrap.php on line 59
Presiden Prabowo Usulkan Kepala Daerah Dipilih DPRD - Kabar Berita Online

Presiden Prabowo Usulkan Kepala Daerah Dipilih DPRD

1 week ago 1
ARTICLE AD BOX
“Menurut saya hari ini yang paling penting yang disampaikan Ketua Umum Partai Golkar tadi. Bahwa kita semua merasakan demokrasi kita yang kita jalankan, ada suatu, atau ada beberapa hal yang harus kita perbaiki bersama-sama. Menurut saya kita harus memperbaiki sistem kita,” ujar Prabowo.

Prabowo mengatakan Indonesia tidak boleh malu mengakui bahwa kemungkinan sistem politik di tanah air terlalu mahal. Menurutnya wajah-wajah calon kepala daerah yang menang pun terlihat lesu karena mahalnya biaya politik.

“Yang menang lesu, apalagi yang kalah. Kita harus berani mengoreksi diri, karena itu saya menghargai bahwa ketua umum saudara itu jeli, saya katakan beliau itu cerdas. Makanya anak-anak Indonesia harus banyak makan ikan,” ujar Prabowo merujuk kepada Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia yang berasal dari Fak-Fak, Papua, dan diyakini Prabowo cerdas lantaran di daerahnya sering mengonsumsi ikan.

Prabowo mengajak seluruh ketua umum dan pimpinan partai politik yang hadir, untuk memperbaiki sistem politik yang menghabiskan puluhan triliun dalam satu-dua hari setiap penyelenggaraan pemilu.

“Saya lihat, negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih ya sudah DPRD itu lah milih gubernur, milih bupati. Efisien, nggak keluar duit, keluar duit, keluar duit, kayak kita kaya,” selorohnya.

Dia menyebut uang yang dikeluarkan untuk biaya pemilu bisa digunakan untuk memberikan akan-anak makan, memperbaiki sekolah, hingga memperbaiki irigasi.

“Ini sebetulnya begitu banyak ketua umum yang ada di sini, sebetulnya kita bisa putuskan malam hari ini juga, bagaimana?” tanya Prabowo.

Dia meminta para politisi untuk tidak terlalu mendengarkan saran-saran konsultan asing yang biasanya salah satu contohnya menyarankan agar penyelenggaraan pilkada dilakukan berbulan-bulan.

“Bener nggak ketua umum-ketua umum partai? Kalian kembali dari pilkada kapok nggak? Bener kan? Yang menang, yang kalah begini (lesu) semua,” jelasnya.

Prabowo pun menyampaikan sebagai pemimpin Koalisi Indonesia Maju dirinya membebaskan seluruh partai untuk mencalonkan kandidat kepala daerah masing-masing. Meskipun ada menang dan kalah, namun tidak menjadi masalah.

Yang terpenting, kata Prabowo, seluruh pemimpin dapat memberikan yang terbaik untuk rakyatnya.

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamuddin mendukung gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk memperbaiki sistem politik di Indonesia, karena dianggap berbiaya tinggi agar dipertimbangkan secara serius.

Dia mengatakan DPD RI ikut mengawasi dan mengkaji jalannya proses Pilkada Serentak 2024 karena memandang pesta demokrasi tersebut harus dilaksanakan secara berkualitas agar melahirkan pula kepala daerah yang berkualitas.

“Hampir semua pihak yang mulai khawatir dengan proses pilkada yang semakin tidak efisien. Kami pun secara pribadi pernah menyinggung isu ini dengan Pak Prabowo dalam beberapa pertemuan kami dengan beliau,” kata Sultan dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat (13/12).

Menurut dia, pilkada yang digelar secara langsung pun tidak serta merta menjamin kuatnya legitimasi daulat rakyat apabila menilik rendahnya tingkat partisipasi masyarakat pada Pilkada Serentak 2024.

“Tingkat partisipasi masyarakat pada pilkada kemarin secara nasional kurang dari 70 persen. Pilkada Jakarta bahkan hanya 58 persen dan masih tinggi upaya gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Sultan lantas berkata, "Artinya apa? Diperlukan penyempurnaan dalam sistem politik, khususnya sistem pemilu hingga sistem partai politik kita saat ini."

Untuk itu, dia menawarkan beberapa opsi yang kiranya dapat memperbaiki sistem pemilu secara bertahap di tanah air, sebagaimana gagasan yang dituangkannya dalam buku ‘Green Democracy’.

Salah satu opsi yang paling murah dan efektif ialah pemilihan gubernur tidak dipilih langsung oleh rakyat, melainkan melalui dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) provinsi.

Sementara pilkada kabupaten/kota masih perlu untuk dilaksanakan secara langsung.

“Terutama pilkada gubernur, sejak awal memang kurang relevan dengan posisi dan fungsi gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Gubernur seharusnya menjadi mandataris pemerintah, sama seperti seorang camat yang ditentukan oleh bupati,” tuturnya.

Sultan memandang hal itu bertujuan agar gubernur mampu menerjemahkan program pemerintah secara maksimal, serta bisa dievaluasi kapan saja oleh presiden untuk mempertimbangkan kinerja.

Selain itu, gubernur juga bisa bekerja tanpa hambatan politik maupun tekanan masyarakat lainnya.

Mantan Gubernur Bengkulu itu pun mengatakan DPD RI akan melakukan evaluasi dan kajian terkait sistem pilkada dengan mempertimbangkan partisipasi dan keinginan masyarakat.

“Karena saat ini sedang reses, kami akan mendengarkan masukan masyarakat soal proses pilkada selama ini. Pada akhirnya kami harus kembali mendengarkan keinginan dan harapan masyarakat. Sambil kami melakukan edukasi politik dan memberikan pemahaman kepada masyarakat dalam meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia,” kata Sultan.
Dia menggarisbawahi bahwa pada intinya terdapat beberapa opsi untuk menyederhanakan dan membuat demokrasi di tanah air menjadi semakin efisien, efektif, dan matang.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa wacana pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD sudah bergulir lama, bahkan sejak era pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

“Dari zaman Presiden Jokowi juga sudah lama bergulir, di antara partai-partai politik juga sudah (dibahas),” ujar Supratman di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12).

“Saya rasa itu wacana yang baik yang perlu kita pertimbangkan ya. Pertama pemilihan kepala daerah di Undang-Undang Dasar maupun di Undang-Undang Pemilu itu kan diksinya adalah dipilih secara demokratis, dipilih secara demokratis itu kan tidak berarti harus semuanya pilkada langsung,” ujarnya.

Selain itu, wacana tersebut juga menyangkut soal efisiensi dalam penyelenggaraan pilkada, serta aspek sosial dan kerawanan pilkada.

“Saya pikir ini menjadi wacana yang patut dipertimbangkan. Presiden merespons itu dalam kaitan usulan dari Ketua Umum Partai Golkar tapi sesungguhnya usulan ini sudah lama dibicarakan di tingkat partai politik ya dan hari ini saya melihat trennya positif sambutan dari masyarakat,” kata politisi Partai Gerindra itu.

Supratman tidak menganggap wacana pilkada oleh DPRD sebagai kemunduran demokrasi, karena menurutnya hal itu tergantung pada kebutuhan.

“Sekali lagi bahwa pilkada kita kan bukan pilkada yang kita harapkan yang prosedural semata, tetapi substansinya. Kalau kemudian ternyata itu menimbulkan efek atau gejolak di masyarakat, kemudian terjadi inefisiensi, uang negara habis dan ternyata juga hasilnya tidak maksimal, tentu perlu kajian yang lebih dalam,” tandasnya.

Oleh karena itu, Supratman meminta publik memberikan kesempatan kepada pemerintah termasuk kepada partai-partai politik untuk melakukan kajian.

“Dan ini saya pikir kan masih lama. Pilkada kita maupun pemilu kita di tahun 2029 masih panjang ya,” ujar dia.

Menurut Supratman, wacana tersebut mendapatkan momentum baru setelah Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengusulkan kembali dan Presiden Prabowo Subianto menyambut baik usulan tersebut.
Menurut dia, hal itu merupakan peluang untuk menciptakan diskursus yang dapat memperbaiki pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Dia mengatakan bahwa pilkada langsung yang selama ini diterapkan telah menimbulkan berbagai tantangan di tengah masyarakat, mulai dari dugaan pelanggaran, inefisiensi biaya, hingga potensi konflik antarkelompok di daerah yang kerap kali memerlukan pengerahan aparat keamanan dalam skala besar.

Penurunan angka partisipasi pemilih pada pilkada juga menjadi salah satu dasar bergulirnya wacana ini. Banyak masyarakat kini lebih memprioritaskan kebutuhan ekonomi dan pendidikan keluarga mereka, sehingga minat terhadap proses demokrasi seperti pilkada cenderung menurun.

Namun, Supratman menegaskan bahwa wacana ini masih tahap pembahasan dan belum ada keputusan yang diambil. Pemerintah dan partai politik sedang melakukan kajian untuk memastikan opsi terbaik dalam pelaksanaan pilkada ke depan.

“Sekali lagi ini belum diputuskan. Kita tunggu kajian, saya rasa partai-partai politik semua akan melakukan kajian hal yang sama, pemerintah juga akan melakukan kajian yang sama sehingga nanti dalam pembahasan undang-undang tentang pemilu itu bisa dicapai sebuah kesepakatan di antara partai-partai politik di parlemen," kata Supratman. 7 ant
Read Entire Article